Konvensi-konvensi
Internasional
1.
Berner Convention
(Konvensi Berner)
Berner
Convention atau
Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra merupakan persetujuan
internasional mengenai hak cipta, yang pertama kali disetujui di Bern, Swiss
pada tahun 1886. Konvensi Bern mengikuti
langkah Konvensi Paris pada tahun 1883, yang dengan cara serupa telah
menetapkan kerangka perlindungan internasional atas jenis kekayaan intelektual
lainnya, yaitu paten, merek, dan desain industri. Konvensi Bern direvisi di
Paris pada tahun 1896 dan di Berlin pada tahun 1908, diselesaikan di Bern pada
tahun 1914, direvisi di Roma pada tahun 1928, di Brussels pada tahun 1948, di
Stockholm pada tahun 1967 dan di Paris pada tahun 1971, dan diubah pada tahun
1979. Pada Januari 2006, terdapat 160 negara anggota Konvensi Bern. Sebuah
daftar lengkap yang berisi para peserta konvensi ini tersedia, disusun menurut
nama negara atau disusun menurut tanggal pemberlakuannya di negara
masing-masing. (Dikutip dari id.wikipedia.org)
Konvensi Bern, sebagai suatu
konvensi di bidang hak cipta yang paling tua di dunia (1 Januari 1886),
keseluruhannya tercatat 117 negara meratifikasi. Belanda, pada tanggal 1
November 1912 juga memberlakukan keikutsertaannya pada Konvensi Bern,
selanjutnya menerapkan pelaksanaan Konvensi Bern di Indonesia. Beberapa negara
bekas jajahan atau di bawah administrasi pemerintahan Inggris yang
menandatangani Konvensi Bern 5 Desember 1887 yaitu Australia, Kanada, India,
New Zealand dan Afrika Selatan.
(Referensi:
Margono Suyud, 2010, Hukum Hak Cipta di Indonesia Teori dan Analisis
Harmonisasi Ketentuan World Trade
Organization (WTO)-TRIPs Agreement, Ghalia Indonesia, Bogor)
Objek perlindungan hak cipta dalam
konvensi ini adalah: karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil
bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun.
Suatu hal yang terpenting dalam konvensi bern adalah mengenai perlindungan hak
cipta yang diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Perlindungan
diberikan pencipta dengan tidak menghiraukan apakah ada atau tidaknya
perlindungan yang diberikan. Perlindungan yang diberikan adalah bahwa
sipencipta yang tergabung dalam negara-negara yang terikat dalam konvensi ini
memperoleh hak dalam luas dan berkerjanya disamakan dengan apa yang diberikan
oleh pembuat undang-undang dari negara peserta sendiri jika digunakan secara
langsung perundang-undanganya terhadap warga negaranya sendiri. Pengecualian
diberikan kepada negara berkembang (reserve).
Reserve ini hanya berlaku terhadap
negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protocol yang bersangkutan. Negara
yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat melakukannya demi
kepentingan ekonomi, sosial, atau
cultural.
(Referensi:
Saidin, S.H., M. Hum. Aspek Hukum dan Kekayaan Intelektual. Rajagrafindo.
Jakarta. 1997 dam Lindsey dkk, Tim, Prof., B.A., LL.B., BLitt, Ph.D. Suatu
Pengantar Hak Kekayaan Intelektual. P.T Alumni. Bandung. 2005)
2.
UCC (Universal Copyright Convention)
Konvensi Hak
Cipta Universal (Universal Copyright Convention), yang
diadopsi di Jenewa pada tahun 1952, adalah salah satu dari dua konvensi
internasional utama yang
melindungi hak
cipta, yang lain adalah Konvensi Berne. UCC ini dikembangkan oleh Bangsa, Ilmu
Pengetahuan dan Kebudayaan Pendidikan Amerika sebagai alternatif untuk Konvensi
Berne bagi negara-negara yang tidak setuju dengan aspek dari Konvensi Berne,
namun masih ingin berpartisipasi dalam beberapa bentuk perlindungan hak cipta
multilateral. Negara-negara ini termasuk negara-negara berkembang dan Uni Soviet,
yang berpikir bahwa perlindungan hak cipta yang kuat yang diberikan oleh
Konvensi Berne terlalu diuntungkan Barat dikembangkan negara-negara pengekspor
hak cipta, dan Amerika Serikat dan sebagian besar dari Amerika Latin. Amerika
Serikat dan Amerika Latin sudah menjadi anggota dari konvensi hak cipta
Pan-Amerika, yang lebih lemah dari Konvensi Berne. Berne Konvensi menyatakan
juga menjadi pihak UCC, sehingga hak cipta mereka akan ada di non-konvensi
Berne negara.
(Dikutip
dari en.wikipedia.org)
Universal Copyright Convention mulai berlaku pada tanggal 16
September 1955. Konvensi ini mengenai karya dari orang-orang yang tanpa
kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini dapat dimengerti bahwa secara
internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai
kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian
salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai. Dalam hal ini
kepentingan negara-negara berkembang diperhatikan dengan memberikan
batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan
diupayakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan.
Konvensi bern menganut dasar falsafah eropa yang mengaggap hak cipta sebagai
hak alamiah dari pada si pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat
individualis yang memberikan hak monopoli. Sedangkan Universal Copyright
Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah eropa dan amerika.
Yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan pula
untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap
hak cipta ditimbulkan oleh karena adanya ketentuan yang memberikan hak seperti
itu kepada pencipta. Sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak
cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.
(Referensi:
Saidin, S.H., M. Hum. Aspek Hukum dan Kekayaan Intelektual. Rajagrafindo.
Jakarta. 1997 dam Lindsey dkk, Tim, Prof., B.A., LL.B., BLitt, Ph.D. Suatu
Pengantar Hak Kekayaan Intelektual. P.T Alumni. Bandung. 2005)
3.
Konvensi-Konvensi Internasional
tentang Hak Cipta
Konvensi internasional merupakan perjanjian antarnegara,
para penguasa pemerintahan yang bersifat multilateral dan ketentuannya berlaku
bagi masyarakat internasional secara keseluruhan. Hak Cipta adalah hak khusus
bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Termasuk ciptaan
yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni.
Kesimpulannya, Konvensi internasional tentang hak cipta adalah Perjanjian antar
Negara yang melindungi hasil ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan
seni yang berlaku bagi masyarakat internasional secara keseluruhan.
Konvensi-konvensi internasional mengenai hak cipta yang melindungi hasil
ciptaan bagi masyarakat internasional adalah sebagai berikut.
1.1
Konvensi Bern 1886 Perlindungan Karya Sastra dan Seni
Sepuluh negara-negara peserta asli (original members) dan tujuh negara (Denmark, Japan, Luxtinburg,
Manaco, Montenegro, Norway, dan Sweden) yang menjadi peserta dengan cara aksesi
menandatangani naskah asli Konvensi Bern. Latar belakang diadakan konvensi
seperti tercantum dalam Mukadimah naskah asli Konvevsi Bern adalah: ”…being equally animated by the desire to
protect, in as effective and uniform a manner as possible, the right of authors
in their literary and artistic works”.
Semenjak mulai berlakunya, Konvensi Bern yang tergolong
sebagai Law Making Treaty, terbuka bagi semua negara yang belum menjadi
anggota. Keikutsertaan sebagai negara anggota baru harus dilakukan dengan cara
meratifikasinya dan menyerahkan naskah ratifikasi kepada Direktur Jenderal
WIPO. Keikutsertaan suatu negara sebagai anggota Konvensi Bern, menimbulkan
kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam perundang¬undangan nasionalnya
di bidang hak cipta, tiga prinsip dasar yang dianut Konvensi Bern memberi 3
prinsip:
1) Prinsip National Treatment
Ciptaan yang berasal dari salah satu negara peserta
perjanjian (yaitu ciptan seorang warga negara, negara peserta perjanjian, atau
suatu ciptaan yang pertama kali diterbitkan di salah satu negara peserta
perjanjian) harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti
diperoleh ciptaan seorang pencipta warga negara sendiri.
2) Prinsip Automatic Protection
Pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung
tanpa harus memeruhi syarat apapun (must
not be upon complience with any formality).
3) Prinsip Independence of Protection.
Suatu perlindungan hukum diberikan tanpa harus bergantung
kepada pengaturan perlindungaan hukum negara asal pencipta.
(Referensi: Margono Suyud, 2010, Hukum Hak Cipta di
Indonesia Teori dan Analisis Harmonisasi Ketentuan World Trade Organization (WTO)-TRIPs Agreement, Ghalia Indonesia,
Bogor)
Pengaturan
ini mengenai pengaturan standar-standar minimum perlindungan hukum
ciptaan-ciptaan, hak-hak pencipta, dan jangka waktu perlindungan yang
diberikan, pengaturannya adalah:
a. Ciptaan yang dilindungi adalah semua ciptaan di bidang
sastra, ilmu pengetahuan, dan seni dalam bentuk apapun perwujudannya.
b. Kecuali jika ditentukan dengan cara reservasi (reservation), pembatasan (limitation), atau pengecualian (exception) yang tergolong sebagai
hak-hak ekskluisif: i) Hak untuk menterjemahkan; ii) Hak mempertunjukkan di
mukaa umum ciptaan drama, drama musik, dan ciptaan musik; iii) Hak
mendeklarasikan (to recite) di muka
umum suatu ciptaan sastra; iv) Hak penyiaran (broadcast); v) Hak membuat reproduksi dengan cara dan bentuk
perwujudan apapun; vi) Hak Menggunakan ciptaanya sebagai bahan untuk ciptaan
audiovisual; vii) Hak membuat aransemen (arrangements)
dan adapsi (adaptations) dari suatu
ciptaan.
Konvensi Bern juga mengatur sekumpulan hak yang dinamakan
hak-hak moral (”droit moral”), hak
pencipta untuk mengkluim sebagai pencipta suatu ciptaan dan hak pencipta untuk
mengarjukan keberatan terhadap setiap perbuatan yang bermaksud mengubah,
mengurangi, atau menambah keaslian ciptaannya yang dapat merugikan kehormatan
dan reputasi pencipta.
2.1
Konvensi Hak Cipta Universal 1955
Merupakan suatu hasil kerja PBB melalui sponsor UNESCO untuk
mengakomodasikan dua aliran falsafah berkaitan dengan hak cipta yang berlaku di
kalangan masyarakat inrernasional. Di satu pihak ada sebagian angota masyarakat
internasional yang menganut civil law
system, berkelompok keanggotaannya pada Konvensi Bern, dan di pihak lain
ada sebagian anggota masyarakat internasional yang menganut common law system berkelompok pada
Konvensi-Konvebsi Hak Cipta Regional yang terutama berlaku di negara-negara
Amerika Latin dan Amerika serikat.
Untuk menjembatani dua kelompok yang berbeda sistem
pengaturan tentang hak cipta ini, PBB melalai UNESCO menciptakan suatu kompromi
yang merupakan: “A new common dinamisator
convention that was intended to establist a minimum level of international
copyright relations throughout the world, without weakening or supplanting the
Bern Convention”.
Pada 6 September 1952 untuk memenuhi kepatuhan adanya suatu
Common Dinaminator Convention lahirlah Universal Copyright Convention (UCC)
yang ditandalangani di Geneva kemudian ditindaklanjuti dengan 12 ratifikasi
yang diperlukan untuk berlakunya pada 16 September 1955.
(Referensi:
Margono Suyud, 2010, Hukum Hak Cipta di Indonesia Teori dan Analisis
Harmonisasi Ketentuan World Trade Organization (WTO)-TRIPs Agreement, Ghalia
Indonesia, Bogor)
Ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan menurut Pasal 1 konvensi antara lain:
1) Adequate and Effective Protection.
Menurut Pasal I konvensi setiap negara peserta perjanjian
berkewajiban memberikan perlindungan hukum yang memadai dan efektif terhadap
hak-hak pencipta dan pemegang hak cipta.
2) National Treatment.
Pasal II menetapkan bahwa ciptaan-ciptaan yang diterbitkan
oleh warga negara dari salah satu negara peserta perjanjian dan ciptaan-ciptaan
yang diterbitkan pertama kali di salah satu negara peserta perjanjian, akan
meemperoleh perlakuan perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diberikan
kepada warga negaranya sendiri yang menerbitkan untuk pertama kali di negara
tempat dia menjadi warga negara.
3) Formalities.
Pasaf III yang merupakan manifestasi kompromistis dari UUC
terhadap dua aliran falsafah yang ada, menetapkan bahwa suatu negara peserta
perjanjian yang menetapkan dalam perundang-undangan nasionalnya syarat-syarat
tertentu sebagai formalitas bagi timbulnya hak cipta, seperti wajib simpan (deposit), pendaftaran (registration), akta notaris (notarial certificates) atau bukti
pembayaran royalty dari penerbit (payment of fee), akan dianggap
rnerupakan bukti timbulnya hak cipta, dengan syarat pada ciptaan bersangkutan
dibubuhkan tanda c dan di belakangnya tercantum nama pemegang hak cipta
kemudian disertai tahun penerbitan pertama kali.
4) Duration of Protection
Pasal IV, suatu jangka waktu minimum sebagi ketentuan untuk
perlindungan hukum selama hidup pencipta ditambah paling sedikit 25 tahun
setelah kematian pencipta.
5) Translations Rights
Pasal V, hak cipta mencakup juga hak eksklusif pencipta
untuk membuat, penerbitkan, dan memberi izin untuk menerbitkan suatu terjemahan
dari ciptaannya. Namun setelah tujuh tahun terlewatkan, tanpa adana
penerjemahan yang, dilakukan oleh pencipta, negara peserta konvensi dapat
memberikan hak penerjemahan kepada warga negaranya dengan memenuhi
syarat-syarat seperti ditetapkan konvensi.
6) Juridiction of the international
Court of Justice
Pasal XV, suatu sengketa yang timbul antara dua atau lebih
negara anggota konvensi mengenai penafsiran atau pelaksanaan konvensi, yang
tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat. dapat diajukan ke muka
Mahkamah lnternasional untuk dimintakan penyelesaian sengketa yang diajukan
kecuali jika pihak-pihak yang bersengketa bersepakat untuk memakai cara lain.
7) Bern safeguard Clause
Pasal XVII UCC beserta appendix
merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari pasal ini, merupakan salah
satu sarana penting untuk pemenuhau kebutuhan ini.
3.1
Konvensi Roma 1961
Konvensi Roma diprakarsai oleh Bern Union, dalam rangka
untuk lebih memajukan perlindungan hak cipta di seluruh dunia, khususnya
perlindungan hukum internasional terhadap mereka yang mempunyai hak-hak yang
dikelompok dengan nama hak-hak yang berkaitan (Neighboring Righta / Related Righta). Tujuan diadakannya konvensi
adalah menetapkan pengaturan secara internasional perlindungan hukum tiga
kelompok pemegang hak cipta atas hak-hak yang berkaitan. Tiga kelompok pemegang
hak cipta dimaksud adalah:
1) Artis-artis pelaku (Performance
Artist), terdiri dari penyanyi, akktor, musisi, penari, dan lain-lain.
Pelaku yang menunjukkan karya-karya cipta sastra dan seni.
2) Produser-produser rekaman (Producers of Phonogram).
3) Lembaga-lembaga penyiaran.
Konvensi Internasional tentang hak cipta lainnya adalah Convention for the Protection of Producers
of Phonogram Againts Unnauthorized Duplication of their Phonograms (Geneva
Convention 1971)
Sumber
: http://galihdodollipedh.blogspot.com/2013/06/konvensi-konvensi-internasional.html
0 komentar:
Posting Komentar